BATANG, Lingkarjateng.id – Elektronifikasi Transaksi Digitalisasi Pemerintah Daerah (ETDPD) Kabupaten Batang di tahun 2022 sudah mencapai 90 persen lebih. Jika dibanding dengan tahun kemarin ada kenaikan yang cukup signifikan.
Hal itu disampaikan Penjabat (Pj) Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, usai membuka rapat koordinasi percepatan perluasan digitalisasi daerah dan billing center di Aula Bupati, Kabupaten Batang, pada Rabu, 28 Desember 2022.
“Kinerja kita dalam ETDPD tahun kemarin hanya mencapai 64 persen dengan kategori maju, sekarang kita sudah kategori digital yang kinerjanya naik menjadi 90 persen lebih,” jelasnya.
Dari kenaikan kinerja ETDPD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemkab Batang sudah melaksanakan program tersebut dan mampu meminimalisir kebocoran pendapatan daerah.
“ETDPD itu untuk meminimalisir kebocoran di OPD yang mengampu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua transaksi pendapat daerah seperti pajak dan retribusi langsung masuk ke kas daerah tanpa diterima oleh petugas. Dan secara realtime kita bisa mengetahuinya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Batang , Sri Purwaningsih, menyatakan bahwa implementasi program ETDPD mampu menaikkan pendapatan yang sangat signifikan di 11 sektor pajak.
“Di tahun ini kita ditarget pendapatan pajak sebesar Rp 124 miliar, Saya awalnya pesimis. Namun dengan kerja keras teman-teman BPPKAD targetnya sudah melebihi Rp 4 miliar dengan realisasi Rp 128 miliar atau sudah 103 persen,” ungkapnya.
Dirinya memastikan realisasi pendapatan pajak hingga akhir tahun ini masih ada pemasukan dan nilainya pun cukup besar.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Tegal, Dody Nugraha, menyampaikan bahwa billing center yang dikembangkan Diskominfo Batang sangat bermanfaat untuk mengintegrasikan seluruh penerimaan pajak maupun e-retribusi.
“Itu penting supaya setiap saat secara realtime Kepala BPKPAD maupun Bupati bisa memantau pencapaian PAD. Sehingga setiap saat termonitor kalau ada kebocoran,” tegasnya.
Retribusi yang masih secara konvensional atau manual sangat rentan kebocorannya. Misalkan, pengunjung suatu tempat obyek wisata, jumlah real-nya berapa masih bisa kecolongan.
“Tapi dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) setiap pengujung itu tercatat. Misalkan pembayaran tiket manual, pengunjung 1.000 orang yang masuk tiketnya hanya 500,” tuturnya.
Ia pun berharap, Pemkab Batang menerapkan QRIS disetiap penerimaan pajak, retribusi dan juga pengeluaran keuangan anggaran.
“Penerimaan maupun pengeluaran Pemkab Batang harus sudah menggunakan pembayaran non tunai. Hal ini untuk menekan kebocoran dan meningkatkan pendapatan,” ujar dia. (Lingkar Network | Lingkarjateng.id)